Orang Minahasa yang dikenal dengan keturunan Toar Lumimuut sekitar
abad 1 (pertama) pemukiman leluhur terlebih dulu berdiam di sekitar
pesisir Likupang,
lalu berpindah ke pegununggan Wulur Mahatus, wilayah selatan Minahasa
kemudian berkembang dan berpindah ke Nieutakan (daerah sekitar Tompaso Baru saat ini). Pada masa ini pemerintahan menggunakan sistem kerajaan. Seorang raja bertahta berdasarkan garis keturunan.
Sejarah orang Minahasa umumnya di tulis oleh orang-orang asing yang datang ke tanah ini sebagian besar adalah Misionaris. Beberapa di antaranya : Pdt. Scwarsch, J. Albert. T. Schwarz, Dr. J. G. F Riedel, Pdt. Wilken, Pdt. J. Wiersma. Terdapat tiga tokoh sentral terkait dengan leluhur orang Minahasa, yaitu Lumimuut, Toar dan Karema.
Karema, dimengerti sebagai "manusia langit", dan Lumimuut dan Toar
adalah leluhur dan cikal bakal dari orang-orang Minahasa. Manusia awal
di Minahasa yang berasal dari Lumimuut dan Toar, tempat semula dari
Lumimuut dan Toar serta keturunannya disebut Wulur Mahatus.
Kelompok-kelompok awal ini kemudian berkembang biak dan bermigrasi ke
beberapa wilayah di tanah Minahasa.
Toar dan Lumimuut diyakini oleh masyarakat daerah Minahasa sebagai nenek moyang mereka. Versi cerita mengenai Toar dan Lumimuut ada dua yaitu versi legenda atau mitos dan versi sejarah.
Versi Geraldo
Cerita ini termasuk mitos
karena pada zaman lampau orang Minahasa menganggap cerita ini suci dan
tidak secara sembarang di kisahkan, cerita ini hanya dapat di nyanyikan
pada upacara khusus seperti upacara Rumages asal kata "reges" artinya angin ataupun upacara Mangorai. Walau kisahnya sama tapi jalan ceritanya berbeda.
Cerita Toar-Lumimuut yang paling lengkap dan yang terbaik di ambil
dari buku "Uit Onze Kolonien" tulisan H. Van Kol terbitan tahun
1903 halaman 160-165 dalam bahasa Tombulu "De Zang van Karema" (nyanyian dewi Karema), seperti di ketahui dewa-dewi Toar-Lumimuut adalah
leluhur pertama orang Minahasa, kedua manusia pertama orang Minahasa
yang menurunkan seluruh orang Minahasa itu, telah dikawinkan oleh
seorang dewi yang bernama Karema
berwujud wanita tua. Karema, Lumimuut dan Toar adalah dewa-dewi leluhur
pertama orang Minahasa, sebelum mereka ada juga beberapa nama leluhur
lainnya, tapi semua leluhur lainnya itu telah mati tenggelam ketika pada
zaman purba terjadi banjir besar Ampuhan atau Dimenew yang membuat
seluruh tanah Minahasa terbenam air kecuali satu puncak pegunungan Wulur
Mahatus di Minahasa selatan, demikianlah menurut cerita mitos
Minahasa, dan cerita dibawah ini dimulai ketika banjir besar itu telah
berlalu. Dinyanyikan oleh seorang wanita tua dalam jabatannya sebagai Walian Tua (pemimpin Walian) pada upacara Rumages, wanita tua itu akan berperan sebagai Dewi Karema. Setiap satu syair dinyanyikan, maka penari Maengket
akan menyambut dengan menyanyikan bagian refrein.... "Eeeeh
Rambi-Rambian" artinya "Bunyikanlah Gong Perunggu" (Rambi = gong
perunggu), mulai syair pertama yang
langsung diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Dari cerita inilah
sumber utama Minahasanologi mengenai agama asli, kepercayaan, seni
budaya, dan adat kebiasaan orang Minahasa.
Hanya satu orang penulis bangsa barat yang menganalisis Mitos
Minahasa Toar dan Lumimuut secara ilmiah yakni J. Albert. T. Schwarz melalui
bukunya “Tontemboansche Teksten“ terbitan tahun1907. Penulis
J. Albert. T. Schwarz berkesimpulan bahwa mitos Toar dan Lumimuut Minahasa
sebenarnya ingin menggambarkan ilmu Astrologi pengetahuan bumi dan jagat
raya Matahari, bulan, bintang-bintang yang selalu sangat menarik bagi
umat manusia zaman purba. Bahwa cerita Toar berjalan kekanan dan
Lumimuut berjalan kekiri yang membuat mereka berpisah ke arah yang
berlawanan, sebenarnya ingin menggambarkan rotasi perjalanan Matahari.
Matahari terbit di timur nampak Matahari menjauhi bumi naik keatas
langit dan kemudian pada sore hari Matahari terbenam di barat mendekati
atau bertemu lagi dengan Bumi. Pada cerita mitos di kisahkan bahwa Toar
dan Lumimuut berpisah dengan berjalan ke-arah yang berlawanan kemudian
disuatu tempat yang bernama Tingkolongan mereka berdua bertemu lagi
untuk menyamakan kedua tongkat mereka apakah sama tinggi. Karena tidak
sama tinggi itu menjadi penyebab status Toar yang tadinya anak lalu
kelak berubah jadi suami.
Ketika Matahari terbit nampak (Dewa Matahari Toar) keluar dari perut
bumi (Dewi Bumi Lumimuut) gejala alam ini menempatkan Toar ber-status anak.
Pada sore hari Matahari (Dewa Matahari Toar) terbenam dan nampak masuk
kedalam perut Bumi (Dewi Bumi Lumimuut) hingga nampak seperti
berhubungan badan dengan bumi dan gejala alam ini menempatkan Toar
ber-status sebagai suami. Dari penggambaran rotasi posisi
Matahari dan bumi inilah lahir cerita mitos IBU kawin dengan ANAK ketika
Bumi mendapat personifikasi manusia menjadi “Dewi Bumi” LUMIMU^UT asal
kata LU^UT yang artinya berkeringat karena bumi pada pagi hari selalu
ber-embun yang di anggap keringat bumi, Matahari mendapat Personifikasi
TOAR yang artinya akan kita dapatkan pada Mitos Toar dan Lumimuut
lainnya dalam bentuk nyanyian “Mangorai”.
Analisa J. Albert. T. Schwarz mengenai istilah "Si Apok Ni Mema 'Untana' (Bahasa Tontemboan) artinya : Leluhur (Lumimu'ut) yang membuat
tanah (Bumi) agar dapat didiami dan tempat anak-cucunya hidup, dan bukan
berarti bahwa Lumimu'ut-lah pencipta bumi.
Sistem penelitian J. Albert. T. Schwarz tentu dapat kita lanjutkan dengan
meneliti setiap syair dalam nyanyian ini, misalnya penjelasan bahwa ibu
Lumimuut bernama Wengi dan ayahnya bernama Kawengian. Dalam Bahasa
Minahasa (Tombulu) Wengi artinya malam dan apabila dimaksudkan sebagai personifikasi benda malam, maka maksudnya mungkin Bulan, dan arti Kawengian
adalah benda siang yang kemalaman yang mungkin ingin menggambarkan
Matahari yang masih nampak sinarnya walaupun hari sudah termasuk malam.
Sebagai tanda hari sudah malam adalah hewan peliharaan seperti ayam
sudah naik kepohon untuk tidur, atau sudah ada Serangga malam yang
berbunyi seperti “Kongkoriang” tapi sinar Matahari masih nampak me-merah
di kaki langit sebelah barat. Berarti yang di maksudkan dengan
“kemalaman” (Kawengian) adalah Matahari, jadi ayah Lumimuut adalah
Matahari dan ibunya adalah Bulan. Nyanyian Karema yang dinyanyikan pada
upacara Rumages
ini, masih banyak mengandung simbolisasi-simbolisasi yang masih dapat
kita gali untuk membuka rahasia jalan pikiran dan konsep hidup orang
Minahasa purba yang sejak zaman Toar dan Lumimuut telah mengenal satu
konsep Yang Maha Mulia Maha Besar dan bukan leluhur. Manusia pertama
Minahasa sendiri Karema dan Lumimuut tidak berdoa pada Leluhur sebelum
mereka tapi mereka berdua diceritakan keluar dari dalam lobang gua
tempat tinggalnya untuk berdoa “Minta dikasihani Empung” atau Minta
dikasihani TUHAN. Dalam mitos Minahasa semua manusia mati tenggelam oleh
banjir besar dan hanya Karema dan Lumimuut yang Tersisa dimuka bumi
Minahasa. Orang Minahasa menyebut Tuhan mereka Empung Walian Wangko atau
Maha berada dan Maha besar.
Versi Cerita Mangorai
Toar-Lumimu'ut versi Mithology pada upacara "Mangorai" berjumlah 37 syair diambil dari buku karangan H. M. Taulu tahun
1977, tapi sumber data tidak ditulis oleh H. M. Taulu. (hanya diambil 2
syair pertama dan syair ke 24 yang menjelaskan arti kata
Toar).
Banyak budayawan Minahasa yang mencari-cari arti sebenarnya dari
kata Toar, dan dari nyanyian mendapatkan arti yang
sebenarnya dari nama "Toar".
Versi Sejarah
Toar dan Lumimuut adalah nenek moyang bangsa Minahasa. Sejarah Toar
dan Lumimuut dimulai pada saat berdirinya kekaisaran Mongolia yang
dipimpin oleh Kaisar Genghis Khan. Pada tahun 1206, Genghis Khan
mempersatukan suku-suku Mongolia yang terpecah-pecah dan saling
berselisih antara satu dengan yang lain. Panglima perang Genghis Khan
pada saat itu adalah Toar Lahope.
Dibawah kepemimpinan Toar, pasukan Kekaisaran Mongolia berhasil
menguasai seluruh benua Eurasia. Penaklukan tersebut dimulai dengan
menguasai dinasti Xia Barat di Republik Rakyat Cina Utara dan Kerajaan
Khawarezmi di Persia. Pada masa puncak kejayaannya, Kekaisaran Mongolia
berhasil menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara ke Eropa tengah.
Panglima Toar memiliki seorang kekasih bernama Lumimuut. Dia adalah
pelayan di istana Kaisar. Lumimuut adalah seorang gadis cantik yang
kecantikannya disetarakan dengan dewi-dewi dan sikap tuturnya halus
serta berbudi. Kecantikan Lumimuut ini membuat Ogedei Khan, anak dari
Genghis Khan tergila-gila kepadanya.
Dibutakan oleh kecantikan Lumimuut, Ogedei Khan berencana
menyingkirkan Toar. Usaha pembunuhan itu diketahui oleh Toar dari
laporan seorang bawahannya.
Karena tak ingin berseteru dengan Ogedei Khan yang merupakan calon
pengganti kaisar Genghis Khan, Toar berencana untuk melarikan diri
bersama Lumimuut menggunakan kapal.
Pada saat akan berangkat, pasukan pembunuh yang dikirim Ogedei Khan
menemukan lokasi kapal Toar dan Lumimuut. Toar menyuruh Lumimuut untuk
berangkat lebih dahulu ke tempat yang mereka sepakati, sementara ia dan
anak buahnya yang setia bertempur melawan pasukan pembunuh bayaran
Ogedei Khan.
Toar berhasil selamat dari usaha pembunuhan Ogedei dan melarikan diri
ke wilayah Xia. Disana ia bersembunyi selama 2 tahun sebelum menyusul
Lumimuut.
Kapal Toar berlabuh di sebuah pulau kecil yang kosong bernama Lihaga.
Ia berencana tinggal di pulau itu karena dirasanya aman, tapi sulitnya
air tawar di pulau tersebut membuat Toar berpindah ke pulau Talise.
Selama beberapa waktu, Toar menyusuri pulau-pulau di sekitar Talise
untuk mencari tahu keberadaan Lumimuut.
Saat ia tiba di pulau Bangka yang ternyata berpenghuni, ia mendengar
bahwa beberapa tahun lalu ada rombongan orang asing yang datang dengan
kapal ke Likupang. Di antara rombongan tersebut terdapat seorang wanita
cantik.
Toar berangkat ke Likupang dan menemukan Lumimuut bersama
rombongannya. Di Likupang, Lumimuut tinggal bersama seorang wanita tua
bernama Karema. Ia adalah pemimpin (yang dituakan) di kampung tersebut.
Toar dan Lumimuut dinikahkan oleh Karema pada tahun 1218 di Likupang.
Mereka tinggal di sana selama 3 tahun sampai datangnya rombongan
pasukan Ogedei Khan yang mengejar mereka ke Likupang. Akibat pengejaran
ini, Toar memutuskan bahwa tinggal di daerah pesisir tidak aman, karena
kapal Ogedei Khan bisa datang kapan saja.
Toar dan Lumimuut membawa rombongan mereka ke daerah pegunungan dan
membangun pemukiman di tempat yang bernama Kanonang. Toar meninggal di
sana pada tahun 1269 dalam usia 86 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar